Teori Belajar Kognitif


       Pandangan Teori Belajar Kognitif
      Teori belajar kognitif memandang belajar sebagai proses pemfungsian unsur-unsur kognisi, terutama unsur pikiran, untuk dapat mengenal dan memahami stimulus yang datang dari luar. Aktivitas belajar pada diri manusia ditekankan pada proses internal berfikir, yakni proses pengolahan informasi.
      Isilah kognitif (cognitive) berasal dari kata cognition yang padanan katanya knowing, artinya mengetahui. Dalam arti luas cognition (kognisi) ialah perolehan, penataan, dan penggunaan pengetahuan.
      Dalam perkembangan Istilah kognitif menjadi populer sebagai salah satu domain atau ranah psikologis manusia yang meliputi setiap prilaku mental dan berhubungan dengan pemahaman, pertimbangan, pengolahan informasi, dengan pemecahan masalah, kesenjangan, dan keyakinan. Ranah kejiwaan yang terpusat di otak berhubungan dengan konasi (kehendak) dan afeksi (perasaan) yang bertalian dengan ranah rasa.
Yang termasuk teori belajar kognitif adalah:
1.      Teori belajar Pengolahan Informasi
      Gambar tersebut menunjukkan titik awal dan akhir dari peristiwa pengolahan informasi. Garis putus-putus menunjukkan batas antara kognitif internal dan dunia eksternal. Dalam model tersebut tampak bahwa stimulus fisik seperti cahaya, panas, tekanan udara, ataupun suara ditangkap oleh seseorang dan disimpan secara cepat di dalam sistem penampungan penginderaan jangka pendek. Apabila informasi itu diperhatikan, maka informasi itu disampaikan ke memori jangka pendek dan sistem penampungan memori kerja. Apabila informasi di dalam kedua penampungan tersebut diulang-ulang atau disandikan, maka dapat dimasukkan ke dalam memori jangka panjang.
      Kebanyakan, peristiwa lupa terjadi karena informasi di dalam memori jangka pendek tidak pernah ditransfer ke memori jangka panjang. Tapi bisa juga terjadi karena seseorang kehilangan kemampuannya dalam mengingat informasi yang telah ada di dalam  memori jangka panjang. Bisa juga karena interferensi, yaitu terjadi apabila informasi bercampur dengan atau tergeser oleh informasi lain.
Ada 2 bentuk pelancaran dalam membangkitkan ingatan, yaitu:
a.       pelancaran proaktif
Seseorang mengingat informasi sebelumnya apabila informasi yang baru dipelajari memiliki karakter yang sama.
b.      pelancaran retroaktif
Seseorang mempelajari informasi baru akan memantapkan ingatan informasi yang telah dipelajari.

2.      Teori belajar Kontruktivisme
      Teori belajar Kontruktivisme memandang bahwa:
a.       Belajar berarti mengkontruksikan makna atas informasi dari masukan yang masuk ke dalam otak.
b.      Peserta didik harus menemukan dan mentransformasikan informasi kompleks ke dalam dirinya sendiri.
c.       Peserta didik sebagai individu yang selalu memeriksa informasi baru yang berlawanan dengan prinsip-prinsip yang telah ada dan merevisi prinsip-prinsip tersebut apabila sudah dianggap tidak bisa digunakan lagi.
d.      Peserta didik mengkontruksikan pengetahuannya sendiri melalui interaksi dengan lingkungannya.
            Teori Kontruktivisme menetapkan 4 asumsi tentang belajar, yaitu:
a.       Pengetahuan secara fisik dikonstruksikan oleh peserta didik yang terkibat dalam belajar aktif.
b.      Pengetahuan secara simbolik dikonstruksikan oleh peserta didik yang membuat representasi atas kegiatannya sendiri.
c.       Pengetahuan secara sosial dikonstruksikan oleh peserta didik yang menyampaikan maknanya kepada orang lain.
d.      Pengetahuan secara teoritik dikonstruksikan oleh peserta didik yang mencoba menjelaskan obyek yang tidak benar-benar dipahaminya.
            Thomas dan Rohwer menyajikan beberapa prinsip belajar yang efektif, yaitu:
a.       Spesifikasi
Sesuai dengan tujuan belajar dan karakteristik peserta didik.
b.      Pembuatan
Memungkinkan seseorang mengerjakan kembali materi yang telah dipelajari, dan membuat sesuatu menjadi baru.
c.       Pemantauan yang efektif
Peserta didik mengetahui kapan dan bagaimana cara menerapkan strategi belajarnya dan bagaimana cara menyatakannya bahwa strategi yang digunakan itu bermanfaat.
d.      Kemujaraban personal  
Belajar akan berhasil apabila dilakukan dengan sungguh-sungguh.
            Slavin menyarankan 3 strategi belajar efektif, yaitu:
a.       membuat catatan
b.      belajar kelompok
c.        menggunakan metode PQ4R (preview, question, read, reflect, recite, review).[1]

2.2  Tokoh-tokoh Teori Belajar Kognitif

1.      Jean Piaget
Menurut Jean Piaget, bahwa proses belajar sebenarnya terdiri dari tiga tahapan, yaitu :
a.   Asimilasi yaitu proses penyatuan (pengintegrasian) informasi baru ke struktur kognitif yang sudah ada dalam benak siswa. Contoh, bagi siswa yang sudah mengetahui prinsip penjumlahan, jika gurunya memperkenalkan prinsip perkalian, maka proses pengintegrasian antara prinsip penjumlahan (yang sudah ada dalam benak siswa), dengan prinsip perkalian (sebagai informasi baru) itu yang disebut asimilasi.
b.   Akomodasi yaitu penyesuaian struktur kognitif ke dalam situasi yang baru. Contoh, jika siswa diberi soal perkalian, maka berarti pemakaian (aplikasi) prinsip perkalian tersebut dalam situasi yang baru dan spesifik itu yang disebut akomodasi.
c.   Equilibrasi (penyeimbangan) yaitu penyesuaian berkesinambungan antara asimilasi dan akomodasi. Contoh, agar siswa tersebut dapat terus berkembang dan menambah ilmunya, maka yang bersangkutan menjaga stabilitas mental dalam dirinya yang memerlukan proses penyeimbangan antara “dunia dalam” dan “dunia luar”.
Proses belajar yang dialami seorang anak pada tahap sensori motorik tentu lain dengan yang dialami seorang anak yang sudah mencapai tahap kedua (pra-operasional) dan lain lagi yang dialami siswa lain yang telah sampai ke tahap yang lebih tinggi (operasional kongrit dan operasional formal). Jadi, secara umum, semakin tinggi tingkat kognitif seseorang, semakin teratur (dan juga semakin abstrak) cara berfikirnya.
Dikemukakannya pula, bahwa belajar akan lebih berhasil apabila disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif peserta didik. Peserta didik hendaknya diberi kesempatan untuk melakukan eksperimen dengan obyek fisik, yang ditunjang oleh interaksi dengan teman sebaya dan dibantu oleh pertanyaan tilikan dari guru. Guru hendaknya banyak memberikan rangsangan kepada peserta didik agar mau berinteraksi dengan lingkungan secara aktif, mencari dan menemukan berbagai hal dari lingkungan.
2.      David Ausubel
Menurut Ausubel, siswa akan belajar dengan baik jika “pengatur kemajuan (belajar)” didefinisikan dan dipresentasikan dengan baik dan tepat kepada siswa. Pengatur kemajuan belajar adalah konsep atau informasi umum yang mewadahi (mencakup) semua isi pelajaran yang akan diajarkan kepada siswa. David Ausubel merupakan salah satu tokoh ahli psikologi kognitif yang berpendapat bahwa keberhasilan belajar siswa sangat ditentukan oleh kebermaknaan bahan ajar yang dipelajari. Ausubel menggunakan istilah “pengatur lanjut” (advance organizers) dalam penyajian informasi yang dipelajari peserta didik agar belajar menjadi bermakna. Selanjutnya dikatakan bahwa “pengatur lanjut” itu terdiri dari bahan verbal di satu pihak, sebagian lagi merupakan sesuatu yang sudah diketahui peserta didik di pihak lain. Dengan demikian kunci keberhasilan belajar terletak pada kebermaknaan bahan ajar yang diterima atau yang dipelajari oleh siswa.. Ausubel tidak setuju dengan pendapat bahwa kegiatan belajar penemuan lebih bermakna dari pada kegiatan belajar. Dengan ceramahpun asalkan informasinya bermakna bagi peserta didik, apalagi penyajiannya sistimatis akan diperoleh hasil belajar yang baik pula. Ausubel mengidentifikasikan empat kemungkinan tipe belajar, yaitu:
a.       Belajar dengan penemuan yang bermakna.
b.      Belajar dengan ceramah yang bermakna.
c.       Belajar dengan penemuan yang tidak bermakna.
d.      Belajar dengan ceramah yang tidak bermakna.

Dia berpendapat bahwa menghafal berlawanan dengan bermakna, karena belajar dengan menghafal, peserta didik tidak dapat mengaitkan informasi yang diperoleh itu dengan pengetahuan yang telah dimilikinya. Dengan demikian bahwa belajar itu akan lebih berhasil jika materi yang dipelajari bermakna.

3.      Jerome Bruner
Menurut Bruner, pembelajaran hendaknya dapat menciptakan situasi agar mahasiswa dapat belajar dari diri sendiri melalui pengalaman dan eksperimen untuk menemukan pengetahuan dan kemampuan baru yang khas baginya. Dari sudut pandang psikologi kognitif, bahwa cara yang dipandang efektif untuk meningkatkan kualitas output pendidikan adalah pengembangan program-program pembelajaran yang dapat mengoptimalkan keterlibatan mental intelektual pembelajar pada setiap jenjang belajar. Sebagaimana direkomendasikan Merril, yaitu jenjang yang bergerak dari tahapan mengingat, dilanjutkan ke menerapkan, sampai pada tahap penemuan konsep, prosedur atau prinsip baru di bidang disiplin keilmuan atau keahlian yang sedang dipelajari.
Dalam teori belajar, Jerome Bruner berpendapat bahwa kegiatan belajar akan berjalan baik dan kreatif jika siswa dapat menemukan sendiri suatu aturan atau kesimpulan  tertentu. Dalam hal ini Bruner membedakan menjadi tiga tahap. Ketiga tahap itu adalah: (1) tahap informasi, yaitu tahap awal untuk memperoleh pengetahuan atau pengalaman baru, (2) tahap transformasi, yaitu tahap memahami, mencerna dan menganalisis pengetahuan baru serta mentransformasikan dalam bentuk baru yang mungkin bermanfaat untuk hal-hal yang lain, dan (3) evaluasi, yaitu untuk mengetahui apakah hasil tranformasi pada tahap kedua tadi benar atau tidak. Bruner mempermasalahkan seberapa banyak informasi itu diperlukan agar dapat ditransformasikan . Perlu Anda ketahui, tidak hanya itu saja namun juga ada empat tema pendidikan yaitu:
a.       Mengemukakan pentingnya arti struktur pengetahuan.
b.      Kesiapan (readiness) siswa untuk belajar.
c.        Nilai intuisi dalam proses pendidikan dengan intuisi.
d.      Motivasi atau keinginan untuk belajar siswa, dan cara untuk memotivasinya.

Dengan demikian Bruner menegaskan bahwa mata pelajaran apapun dapat diajarkan secara efektif dengan kejujuran intelektual kepada anak, bahkan dalam tahap perkembangan manapun. Bruner beranggapan bahwa anak kecilpun akan dapat mengatasi permasalahannya, asalkan dalam kurikulum berisi tema-tema hidup, yang dikonseptualisasikan untuk menjawab tiga pertanyaan. Berdasarkan uraian di atas, teori belajar Bruner dapat disimpulkan bahwa, dalam proses belajar terdapat tiga tahap, yaitu informasi, trasformasi, dan evaluasi. Lama tidaknya masing-masing tahap dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain banyak informasi, motivasi, dan minat siswa.



4.      Mex Wertheimenr
Psikologi mulai berkembang dengan lahirnya teori belajar Gestalt. Peletak dasar pisiologi Gestalt adalah Mex Wertheimenr tahun1880-1943 yang meneliti tentang pengamatan dalam problem solving. Dari pengamatannya ia sangat menyesalkan penggunaan metode menghafal disekolah dan menghendaki agar murid belajar dengan pengertian bukan hafalan akademis (dalam Riyanto,2002).
Gestalt dalam bahasa Jerman, berarti “Whole Configuration” atau bentuk yang utuh, pola, kesatuan, dan keseluruhan lebih dari bagian-bagian. Dalam belajar, siswa harus mampu menangkap makna dari hubungan antara bagian yang satu dengan bagian Yanng lainnya. Pemaknaan makna dari hubungan inilah yang disebut memahami, mengerti atau insight. Menurut pandangan Gestalt, semua kegiatan belajar menggunakan insight atau pemahaman mendadak terhadap hubungan-hubungan, terutama hubungan antara bagian dan keseluruhan. Suatu konsep yang terpenting dalam teori Gestalt adalah tentang pengamatan dan pemahaman mendadak terhadap hubungan-hubungan antara bagian-bagian dalam suatu situasi permasalahan. Dalam pelaksanaan pembelajaran dengan teori Gestalt guru tidak memberikan potongan-potongan atau bagian-bagian bahan ajaran, tetapi selalu satu kesatuan yang utuh.Guru memberikan suatu kesatuan situasi atau bahan yang mengandung persoalan-persoalan, dimana anak harus berusaha menemukan hubungan antar bagian.
Menurut teori Gestalt ini pengamatan manusia pada awalnya bersifat global terhadap objek-objek yang dilihat, karena itu belajar harus dimulai dari keseluruhan, baru kemudian berproses kepada bagian-bagian. Pengamatan artinya proses menerima, menafsirkan dan memberi arti rangsangan yang masuk melalui indra-indra seperti mata dan telinga.

5.      Kohler
Teori yang disampaikan oleh Kohler berdasarkan pada penelitiannya pada seekor monyetnya dipulau Cannary yang dikembangkan dari teori Gestalt. Kohler menyatakan bahwa belajar adalah serta mencapainya, hasil adalah proses yang didasarkan ada insight.

6.      Kurt Lewin
Kurt Lewin, mengembangkan suatu teori belajar Conitive-Field dengan menaruh perhatian kepada kepribadian dan pisikologi sosial. Menurut Lewin, belajar berlangsung sebagai akibat dari perubahan dalam struktur kognitif. Lewin berpendapat bahwa tingkah laku merupakan hasil interaksi antar kekuatan baik yang berasal dari individu seperti tujuan, kebutuhan tekanan kejiwaan maupun yang berasal dari luar individu seperti tantangan dan permasalahan.[2]



2.3  Kelebihan dan Kelemahan Teori Belajar Kognitif
Teori belajar kognitif lebih memetingkan proses belajar dari pada hasil belajarnya. Yang berbeda dari teori belajar kognitif ini adalah bahwa belajar tidak sekedar melibatkan hubungan antara stimulus dan respon.
 
Adapun Kelebihan teori Kognitif adalah sebagai berikut:
1.      Dapat meningkatkan kemampuan siswa untuk memecahkan masalah (problem solving)
2.      Dapat meningkatkan motivasi.

Sedangkan Kekurangan teori kognitif adalah sebagai berikut :
1.      Untuk teori belajar kognitif ini keberhasilan sebuah pembelajaran tidak dapat    diukur hanya dengan satu orang siswa saja , maksudnya kemampuan siswa harus diperhatikan. Apabila kita menekankan pada keaktifan siswa, dan tidak dapat dipungkiri ada saja siswa yang tidak aktif dalam menanggapi suatu pelajaran, otomatis pembelajaran ini tidak akan berhasil secara menyeluruh  guru juga dituntut untuk mengikuti keaktifan siswa, kionsekuensinya adalah guru harus rajin mempelajari hal-hal baru yang mungkin
2.       Konsekuansinya terhadap lingkungan adalah fasilitas-fasilitas dalam lingkungan juga harus mendukung, agar siswa semakin yakin dengan apa yang telah mereka pelajari .

Implikasi Perkembangan Kognitif:
1.       Memperhatikan usia siswa akan membantu guru dalam menjelaskan sebuah bahan pelajaran dengan baik, misalnya anak usia pra sekolah dan awal sekolah lebih baik diajarkan dengan menggunakan contoh-contoh kongkret .
2.       Bahasa dan cara berfikir anak berbeda dengan orang dewasa. Oleh karena itu guru
mengajar dengan menggunakan bahasa yang sesuai dengan cara berfikir anak.
3.      . Anak-anak akan belajar lebih baik apabila dapat menghadapi lingkungan dengan baik.
4.       Bahan yang harus dipelajari anak hendaknya dirasakan baru tetapi tidak asing, agar anak bisa mencerna dan mencari hubungan antara apa yang dipelajari siswa dengan apa yang diketahuinya di lingkungan sekitarnya.
5.       Berikan peluang agar anak belajar sesuai tahap perkembangannya.
6.       Di dalam kelas hendaknya anak-anak diberi kesempatan untuk berdiskusi dan berunding dengan teman sekelasnya, karena perbedaan individual pada diri siswa perlu diperhatikan.

Pengaplikasian teori kognitif dalam belajar bergantung pada akomodasi. Kepada siswa harus diberikan suatu area yang belum diketahui agar ia dapat belajar, karena ia tidak dapat belajar dari apa yang telah diketahui saja dengan  adanya area baru, siswa akan mengadakan usaha untuk dapat mengakomodasikan.

2.4  Tahap – tahap Perkembangan dalam  Teori Belajar Kognitif

Adapun tahap – tahap perkembangan dalam Teori Kognitif  adalah sebagai berikut:
1.      Enaktif
Dalam tahap ini peserta didik memahami lingkungan sekitar melalui pengetahuan motorik.
2.       Ikonik
Dalam tahap ini peserta didik memahami lingkungan sekitar melalui visualisasi verbal/gambar-gambar
3.       Simbolik
Dalam tahap ini peserta didik memahami lingkungan sekitar melalui simbol-simbol bahasa, logika

Contoh Pembelajaran Teori Kognitif :
Teori pembelajaran kognitif merupakan pembelajaran yang menitikberatkan pada pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki peserta didik (individu). Mahasiswsa Salah satu mata kuliah yang menggunakan teori ini adalah Kalkulus.
Pada saat dosen menjelaskan sub materi deferensial (turunan) I.Contoh pembelajaran adalah sebagai berikut: Dosen hanya menjelaskan gambaran umum dari materi deferensial yang berupa kumpulan rumus-rumus dasar perhitungan yang kemudian memberikan contoh-contoh soal deferensial untuk diselesaikan dalam kurun waktu tertentu oleh masing-masing mahasiswa.
Dengan batasan waktu yang diberikan mahasiswa diberikan tanggungjawab dan keleluasan untuk menyelesaikan soal dengan berdasarkan pada konsep yang telah diberikan. Selama kurun waktu tersebut, dosen berkeliling untuk memperhatikan yang dikerjakan mahasiswa.
Setelah waktu yang ditentukan habis, dosen mulai menunjuk beberapa mahasiswa untuk mengerjakan soal di depan kelas. Dari proses tersebut dosen dapat menganalisis sejauh mana kemampuan dari mahasiswa yang dididiknya.
Koreksipun akan dilakukan apabila ada hasil kerja yang tidak sesuai setelah mahasiswa selesai mengerjakannya dan menjelaskan letak langkah kekurangan dari hasil kerja mahasiswa. Jika memang setelah itu tidak ada pertanyaan, maka dosen menganggap materi sudah bisa diterima dan kembali memberikan contoh soal untuk dikerjakan di rumah dan dikumpul pada hari tertentu.
 Konsekuensi Pembelajaran Contoh Diatas dari Sisi Guru, Siswa, dan Lingkungan Belajar Contoh pembelajaran kalkulus tersebut dikatkan sebagai contoh dari pembelajaran kognitif .[3]







BAB III
PENUTUP

3.1  Kesimpulan
·         Belajar kognitif memandang belajar sebagai proses pemfungsian unsur- unsur kognisi, teori belajar kognitif lebih menekankan pada belajar merupakan suatu proses yang terjadi dalam akal pikiran manusia.
·         Yang termasuk teori belajar kognitif adalah teori belajar Pengolahan Informasi, dan teori belajar Kontruktivisme.
·         Slavin menyarankan 3 strategi belajar efektif,  yaitu membuat catatan, belajar kelompok, menggunakan metode PQ4R (preview, question,  read, reflect, recite, review).
·         Menurut Jean Piaget, bahwa proses belajar sebenarnya terdiri dari tiga tahapan, yaitu, Asimilasi, Akomodasi.
·         Ausubel mengidentifikasikan empat kemungkinan tipe belajar, yaitu, Belajar dengan penemuan yang bermakna, Belajar dengan ceramah yang bermakna, Belajar dengan penemuan yang tidak bermakna, Belajar dengan ceramah yang tidak bermakna.
·         Dalam teori belajar, Jerome Bruner berpendapat bahwa kegiatan belajar akan berjalan baik dan kreatif jika melakukan  tiga tahap yaitu, tahap informasi, tahap transformasi, evaluasi.
·         Adapun tahap – tahap perkembangan dalam Teori Kognitif  yaitu, Enaktif, Ikonik, Simbolik.


[1] http://moshimoshi.netne.net/materi/psikologi_pendidikan/bab_8.htm
[2] http://juprimalino.blogspot.com/2012/02/tokoh-tokoh-teori-belajar-kognitif.html
[3] http://prince-mienu.blogspot.com/2009/12/teori-belajar-kognitif.html

0 comments:

Post a Comment