SENYAWA KOORDINASI




 A.    SENYAWA KOORDINASI
Secara umum senyawa kompleks atau senyawa koordinasi terbentuk dari ion logam (ion pusat) yang dikelilingi oleh sejumlah ligan. Pada umumnya ion pusat berasal dari ion-ion logam transisi karena ion logam transisi mempunyai orbital-orbital kosong yang dapat berperan sebagai penerima elektron. Ion pusat dalam
senyawa kompleks berfungsi sebagai penerima (akseptor) pasangan elektron. Sedangkan ligan dapat berasal dari anion atau molekul netral yang mempunyai pasangan elektron bebas untuk didonorkan pada ion pusat. Ikatan antara ion pusat dan ligan terjadi karena adanya donor elektron dari ligan kepada ion pusat sebagai akseptor pasangan elektron. Ikatan tersebut disebut ikatan kovalen koordinasi.
B.     LIGAN
Molekul atau ion yang mengelilingi logam dalam ion kompleks dinamakan ligan. Interaksi antara atom logam dengan ligan-ligan dapat dibayangkan bagaikan reaksi asam-basa Lewis. Basa Lewis adalah ialah zat yang mampu memberikan satu atau lebih pasangan elektron. Setiap ligan memiliki setidaknya satu pasang elektron valensi bebas, seperti contoh berikut ini:
Jadi, ligan berperan sebagai basa Lewis. Sebaliknya, atom logam transisi (baik dalam keadaan netral maupun bermuatan positif) bertindak sebagai asam Lewis, yaitu menerima (dan berbagi) pasangan elektron dari basa Lewis. Dengan demikian, ikatan logam-ligan biasanya adalah ikatan kovalen koordinat.
Atom dalam suatu ligan yang terikat langsung dengan atom logam dikenal sebagai atom donor. Contohnya, nitrogen adalah atom donor dalam ion kompleks [Cu(NH3)4]2+. Bilangan koordinasi dalam senyawa koordinasi didefinisikan sebagai banyaknya atom donor di seputar  atom logam pusat dalam ion kompleks. Contohnya, bilangan koordinasi Ag+ dalam [Ag(NH3)4]2+ ialah 2, untuk Cu+ dalam [Cu(NH3)4]2+  ialah 4, dan untuk Fe3+ dalam  [Fe(CN)6]3+ ialah 6.
Ligan mungkin berupa molekul netral (seperti  NH3 dan  H2O atau ion negatif (  Cl- dan CN-) . Ligan, seperti  NH3 dan Cl-  mempunyai satu atom yang dapat terikat pada ion logam yang disebut monodentat (satu gigi). Di samping itu, ada ligan yang mempunyai dua atau lebih atom yang dapat terikat pada ion logam, yang disebut bidentat dan polidentat.
Ligan bidentat yang paling terkenal di antara ligan polidentat. Ligan bidentat yang termasuk di antaranya anion diamin, difosfin, dieter, dan Beta-ketoenolat, dan yang paling terkenal adalah etilendiamin, en, difos, glim, dan asetilasetonat acac.
 Salah satu ligan bidentat ialah etilenadiamina (bisa disingkat “en”):


 
Logam bidentat dan polidentat juga disebut agen pengelat (chelating agent) karena kemampuannya mengikat atom logam seperti sepit (dari kata Yunani chele, berarti “sepit” ata “cakar”.
Tabel 1 - Jenis ligan beserta contohnya
Monodentat
 Air                 Klorida           Tiosianat
 Amonia         Bromida        Tiosulfat
 Sianida           Iodida              Nitrida
 Hidroksida      Flourida
Bidentat
Oksalat                 Etilendiamin         Dietiltriamin
 
Polidentat
Etilendiamintetraasetat (EDTA)

C.    ATOM PUSAT
Atom Pusat adalah suatu kation yang menerima elektron-elektron dari ligan untuk membentuk suatu ion kompleks. Atom yang menyediakan tempat bagi elektron yang didonorkan. Biasanya berupa ion logam, terutama logam golongan transisi yang memiliki orbital d yang kosong. Contoh: Fe2+, Fe3+, Cu2+, Co3+, dll.
Sebagai contoh, dalam pembentukan kompleks, seperti perak klorida padat akan melarut dalam larutan amonia. Persamaan itu dapat ditulis secara molekul sebagai:
AgCl(s) + 2NH3(aq) g Ag(NH3)2Cl

Senyawa Ag(NH3)2Cl disebut suatu “kompleks”. Sebenarnya, senyawa ini bersifat senyawa ion. Yang berdisosiasi menjadi ion Ag(NH3)2 + dan Cl-, dan spesies Ag(NH3)2 + disebut “ion kompleks”. Ion kompleks perak-amonia dibentuk dalam tahap-tahap dengan penambahan molekul amonia, yang disebut ligan, ke ion perak yang disebut ion logam pusat.
Bentuk molekul dengan atom  pusat lebih dari satu, merupakan kombinasi dari beberapa bentuk molekul dengan satu atom pusat. Sebagai contoh adalah ethane dan ethanol. Bentuk molekul ethane dapat dibentuk dengan dua buah CH3 dengan empat pasangan berikatan dan tanpa pasangan electron bebas. Maka bentuknya adalah tetrahedral yang saling tumpang-tindih. Sedangkan ethanol, untuk CH3 berbentuk tetrahedral; CH3 juga berbentuk tetrahedral; dan atom O yang memiliki 4 grup electron dan dua pasangan electron bebas maka bentuknya adalah V (AX2E2).
 
Untuk ion dengan muatan sama (satu gol), interaksi elektrostatik antara atom pusat dgn ligan akan semakin kuat dengan bertambahnya muatan inti efektif atom pusat karena efek shielding orbital 5d > 4d> 3d. Muatan inti efektif meningkat → ligan lebih tertarik ke atom pusat → interaksi elektrostatik antara atom pusat dgn ligan akan semakin kuat → splitting orbital d meningkat → medan kristal semakin kuat.
D.    NOMENKLATUR (TATA NAMA)
Bilangan koordinasi suatu ion logam ditentukan oleh sifat, bilangan oksidasi, jenis ligand, dan lingkaran senyawa tersebut. Umumnya senyawa koordinasi bernilai 2, 4, 6, dan 8 dengan struktur berturut-turut linear, tetrahedral atau bujur sangkar, dan oktahedral.
Senyawa koordinasi diberi nama dengan aturan sebagai berikut:
1.      Dalam menuliskan rumus, kation ditulis didepan anion. Aturan ini beerlaku umum untuk ion kompleks yang membawa muatan bersih positif atau negatif.
Contoh:
K3[Fe(CN)6] kita namai kation K+ terlebih dulu
2.      Dalam menuliskan nama, nama ligand disebut lebih dulu, sesuai aturan abjed, dan diakhiri dengan nama ion logam.
Contoh:
Co(NH3)63-   → ion heksa amina kobalt (III)
3.      Nama ligand anion diberi akhiran O.
a.       Akhiran ida diganti dengan O
Anion
Ligand
Klorida Cl-
Kloro
Bromida Br-
Bromo
Sianida CN-
Siano
Oksida O2-
Okso

b.      Akhiran at diganti dengan ito atau ato
Anion
Ligand
Karbonat CO32-
Karbonato
Tiosulfat S2O32-
Tiosulfato
Tiosianat SCN-
Tiosianato
Oksalat C2O42-
Oksalato
Nitrat   NO2-
Nitrato

4.      Nama ligand yang berbentuk molekul netral diberi nama sesuai nama molekulnya. Misalnya:
            H2O     aqua
            NH3     amina
  1. Jumlah ligand diberi awalan.
2= di                3= tri               4= tetra            5= pennta        6=heksa
  1. Anion (ion logam) diberi akhiran at
Unsur
Anion
Unsur
Anion
Aluminium
aluminat
Besi
ferat
Kromium
kromat
Tembaga
kuprat
Mangan
manganat
Timbal
plumbat
Kobalt
kobaltrat
Perak
argentat
Zink
zinkat
Emas
aurat
Molibdenium
molibdenat
Timah
stannat
Tungstan
tungstat
Platina
platinat
Nikel
nikelat



  1. Bilangan oksidasi logam dalam senyawa koordinasi dinyatakan dengan angka Romawi didalam tanda kurung. Contoh:
            Co(H2O)63+                       ion heksaaquakobalt (III)
            CoCl63-                                ion heksaklorokobaltat (III)
            Ni(CN)42-                           ion tetrasianonikelat (II)
            Na3{Cr(NO2)6}           natrium heksanitrokromat (III)
Cr(NH3)3Cl3                     triaminatrikloromium (III)
1.      Contoh Penamaan Senyawa Kompleks dari Rumusnya.
Apakah nama senyawa berikut.
a.       [Cr(H2O)4Cl2]Cl
b.      K2[Ni(CN)4]
Jawab:
a.       Ion kompleks adalah suatu kation bermuatan 1+. Ligan terdiri atas 4 molekul aqua (aturan 4) dan 2 ion kloro (aturan 3). Penulisan ligan diurut secara alfabet: tetraaqua, diikuti dikloro. Jadi, tetraaquadikloro. Nama ligan ditulis terlebih dahulu, kemudian nama atom pusat. Dengan demikian, nama senyawa kompleks tersebut adalah tetraaquadiklorokrom(III) klorida.
b.      Ion kompleks berupa anion bermuatan 2–. Dengan mengikuti aturan (1): kation ditulis terlebih dahulu, kemudian anion kompleks. Menurut aturan (6): anion ditambah akhiran –at sehingga ditulis sebagai nikelat Penulisan ligan mengikuti aturan di atas menjadi tetrasiano. Dengan demikian, nama senyawa kompleks ditulis sebagai: kalium tetrasianonikelat(II).
2.      Contoh Menentukan Rumus Senyawa Kompleks dari Namanya
Tuliskan rumus untuk senyawa kompleks difluorobis(etilendiamin)kobalt(III) perklorat.
Jawab:
Ion kompleks mengandung dua ion fluorida, dua etilendiamin, dan kobalt dengan biloks +3. Dengan demikian, ion kompleks adalah suatu kation yang bermuatan:
(Co + 2en +2Cl–) = +3 + 0 – 2 = 1+.
Oleh karena jumlah total muatan ion kompleks 1+, ion perklorat bermuatan 1–. Dengan demikian, rumus senyawa kompleks tersebut adalah [Co(en)2F2]ClO4.
E.     APLIKASI IKATAN VALENSI PADA ION KOMPLEKS
Teori ikatan valensi, sangat membantu dalam menjelaskan pembentukan ikatan dan struktur dalam golongan utama. Ikatan valensi ini juga berguna untuk menjelaskan pembentukan ikatan pada ion kompleks. Pada pembentukan ion kompleks, orbital dari ligan yang telah terisi, elektronnya berhibridisasi (overlap) ke orbital ion logam yang masih kosong. Ligan menyumbang pasangan electron bebasnya(basa lewis) untuk diterima oleh ion logam (asam lewis) untuk membentuk satu ikatan kovalen dari ion kompleks. Pada umumnya, untuk senyawa kompleks, jenis hibridisasi pada ion logam(atom pusat) akan menentukan bentuk (geometri) dari ion kompleks tersebut.
Ligan pada ion kompleks menyumbangkan sepasang elektron untuk membentuk suatu ikatan kovalen dengan atom pusat. Jika suatu atom menyumbangkan sepasang elektron untuk digunakan bersama disebut sebagai ikatan kovalen koordinasi. Jenis dan jumlah orbital hibridisasi ion logam bergantung pada pasangan elektron bebas yang menentukan bentuk geometri ion kompleks.
Pembentukan ikatan melibatkan beberapa tahapan, meliputi promosi elektron; pembentukan orbital hibrida; dan pembentukan ikatan antara logam dengan ligan melalui overlap antara orbital hibrida logam yang kosong dengan orbital ligan yang berisi pasangan elektron bebas.
Pada hibridisasi yang melibatkan orbital d, ada dua macam kemungkinan hibridisasi. Jika dalam hibridisasi orbital d yang dilibatkan adalah orbital d yang berada di luar kulit dari orbital s dan yang berhibridisasi, maka kompleks yang terbentuk disebut sebagai kompleks orbital luar, atau outer orbital compleks. Sebaliknya, jika dalam hibridisasi yang dilibatkan adalah orbital d di dalam kulit orbital s dan p yang berhibridisasi, maka kompleks tersebut dinamakan kompleks orbital dalam atau inner orbital compleks. Umumnya kompleks orbital dalam lebih stabil dibandingkan kompleks orbital luar, karena energi yang dilibatkan dalam pembentukan kompleks orbital dalam lebih kecil dibandingkan energi yang terlibat dalam pembentukan kompleks orbital luar. Untuk menghibridisasi orbital d yang berada di dalam orbital s dan p diperlukan energi yang lebih kecil, karena tingkat energinya tidak terlalu jauh.
    Tabel 2 - Jenis Hibridisasi beserta geometri yang terbentuk
 


Berikut akan dijelaskan mengenai hibridisasi d2sp3 dan sp3d2 dimana terjadi pada kompleks yang mempunyai bentuk geometri oktahedral.
1.      Hibridisasi
Ion heksaaminkrom(III), [Cr(NH3)6]3+, menggambarkan penerapan dari teori ikatan valensi untuk kompleks berbentuk octahedral. Enam orbital  yang belum terisi (2 orbital 3d, 1 orbital 4s, 3 orbital 4p) akan bergabung membentuk orbital  dengan tingat energy yang sama, kemudian 6 molekul  NH3 memberikan masing-masing satu elektronnya untuk mengisi orbital yang masih kosong. Electron dari orbital 3d yang tidak berpasangan akan membuat ion kompleks menjadi paramagnetik.
Jika semua elektron berpasangan maka akan mengalami penolakan dalam medah magnet, disebut sifat diamagnetik. Jika ada elektron yang tidak berpasangan, maka akan mengalami penarikan oleh medan magnet, disebut sifat paramagnetik. Makin banyak elektron yang tidak berpasangan makin kuat sifat paramagnetiknya.

Pada [Cr(NH3)6]3+ hibridisasi yang terjadi yaitu  disebut d2sp3 dengan inner orbital kompleks, karena orbital dipakai lebih rendah dari S dan P disebut juga low spin atau spin paired.
2.      Hibridisasi
Pada ion heksaflouroferat(III), [Fe(F)6]3-  terjadi hibridisasi  sp3d2 disebut dengan outer orbital, karena orbital d yang dipakai lebih tinggi dari orbital s dan p, high spin atau spin free. 
 


                                                           
Struktur inner orbital kompleks ion = [Co(NH3)6]3+, [Mn(CN)6], [Cr(NH3)6]3+,    [Cr(CN)6]3-
Struktur outer orbital komplek ion = [Fe(NH3)6]2+, [Ni(NH3)6]2+, [Cu(NH3)6]+, [Cr(H2O)6]2+.

F.     ENERGI STABILISASI MEDAN KRISTAL
        Energi stabilisasi medan kristal (Bahasa Inggris: crystal field stabilization energy), disingkat CFSE, adalah stabilitas yang dihasilkan dari penempatan ion logam pada medan  kristak  yang dibentuk oleh sekelompok ligan-ligan. Ia muncul karena ketika orbital-d terpisah  pada medan ligan, beberapa dari orbital itu akan memiliki energi yang lebih rendah. Sebagai contoh, pada kasus oktahedron, kelompok orbital t2g memiliki energi yang lebih rendah dari energi orbital pada sentroid. Sehingga, jika terdapat sembarang elektron yang menempati orbital-orbital ini, ion logam akan menjadi lebih stabil pada medan ligan relatif terhadap sentroid dengan nilai yang dikenal sebagai CFSE. Sebaliknya, orbital-orbital eg (pada kasus oktahedral) memiliki energi yang lebih tinggi dari pada sentroid, sehingga menempatkan elektron pada orbital tersebut menurunkan CFSE.


 
Jika pemisahan orbital-d pada medan oktahedron adalan Δoct, tiga orbital t2g distabilkan relatif terhadap sentroid sebesar 2/5 Δoct, dan orbital-orbital eg didestabilkan sebesar 3/5 Δoct.
Stabilisasi medan kristal dapat digunakan dalam menjelaskan geometri kompleks logam transisi. Alasan mengapa banyak kompleks d8 memiliki geometri datar persegi adalah karena banyaknya stabilisasi medan kristal yang dihasilkan struktur geometri ini dengan jumlah elektron 8.
1.      Perhitungan CFSE
Crystal field st Hans Bethe abilizationenergy berubah – ubah sesuai dengan struktur dan jenis ion kompleks. Perbedaan energi orbital t2g dan eg Hans Bethe untuk kompleks tetrahedral -4/9 kali untuk kompleks octahedral orbital t2g mempunyai energi 0,27 ∆ lebih rendah dari pada kompleks hipotesis, bila ∆ adalah ∆ , untuk kompleks tetrahedral : CFSE = (0,27y – 0,18x) ∆.  y merupakan  jumlah elektron di orbital e dan x merupakan jumlah elektron di orbital t2g.
Pada gambar splitting oktahedral terlihat bahwa orbital t2g mempunyai energi 0,4 Io dan energi pada orbital eg adalah 0,6 Io sehingga untuk menghitung CFSE = (0,4 x – 0,6 y) Io. Dimana x = jumlah elektron di orbital t2g dan y = jumlah elektron di orbital eg. Contoh jumlah elektron d = 7, t2g = 5 dan eg = 2.
CFSE  = (0,4 x – 0,6 y) Io
           = (0,4 . 5 – 0,6 . 2 ) Io
           = (2 – 1,2 ) Io
           = 0,8 Io
Jadi dengan kata lain CFSE dapat dihitung dengan rumus umum, yaitu :
CFSE = energi pada t2g.x – (energi dari eg .y) 

DAFTAR PUSTAKA

Andika Himawan, Ahmad. Dasar Teori untuk Pembentukan Ikatan dan Sifat dari Kompleks. http://tekim.undip.ac.id/staf/istadi/files/2012/10/AhmadAndikaHimawan_21030112120021_Rabu1030.pdf (akses tanggal 22 Februari 2013).
Anonim. Teori Ikatan Dalam Kompleks. http://www.scribd.com/doc/53182596/bab-iii-teori-ikatan-dalam-kompleks ( akses tanggal 24 Februari 2013).
Anonim. Teori Medan Magnet. http://id.wikipedia.org/wiki/Teori_medan_kristal (akses tanggal 22 Februari 2013).
Budiman, Arif. Senyawa Koordinasi. http://melixchemist.blogspot.com/2012/05/senyawa-kompleks-atau-senyawa.html (akses tanggal 20 Februari 2013).
Budisma. Pengertian dan Contoh Ion Senyawa Kompleks. http://budisma.web.id/materi/sma/kimia-kelas-xii/senyawa-kompleks/ (akses tanggal 23 Februari 2013).
Chang, Raymond. (2005). Kimia Dasar  Jilid 2, Jakarta: Erlangga
Cotton, wilkinson. 2007. Kimia Anorgani Dasar. Jakarta: UI Press
Day, Jr, R. A., Underwood, A. L. (1989). Analisis Kimia. Kuantitatif. Jakarta: Erlangga     
Fitriana, Ayu. Senyawa Koordinasi (Senyawa Kompleks). http://tekim.undip.ac.id/staf/istadi/files/2012/10/AyuFitriana_21030112130095_rabu.pdf (akses tanggal 22 Februari 2013).
Incrediblenglish. Pembentukan Kompleks (Hibridisasi). http://bankimia.blogspot.com/2012/02/pembentukan-kompleks-hibridisasi.html (akses tanggal 22 21 Februari 2013).
Maria Kuswati, Tine. (2007). Sains Kimia 3 untuk SMA. Jakarta: Bumi Aksara
Syukri. (1999). Kimia Dasar 3. Bandung: Penerbit ITB

1 comments: